BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Variasi Bahasa
Variasi bahasa
menurut Aslindgaf (2007:17) adalah bentuk-bentuk bagian atau varian dalam
bahasa yang masing-masing memiliki pola yang menyerupai pola umum bahasa
induksinya. Variasi Bahasa disebabkan oleh adanya kegiatan interaksi sosial
yang dilakukan oleh masyarakat atau kelompok yang sangat beragam dan
dikarenakan oleh para penuturnya yang tidak homogen. Dalam hal variasi bahasa
ini ada dua pandangan. Pertama, variasi itu dilihat sebagai akibat adanya
keragaman sosial penutur bahasa itu dan keragaman fungsi bahasa itu. Jadi
variasi bahasa itu terjadi sebagai akibat dari adanya keragaman sosial dan
keragaman fungsi bahasa. Kedua, variasi bahasa itu sudah ada untuk memenuhi
fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam.
Namun Halliday membedakan variasi bahasa berdasarkan pemakai (dialek) dan
pemakaian (register).[1]
Ragam bahasa adalah
variasi bahasa menurut pemakaiannya yang berbeda-beda menurut topik yang
dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara dan orang yang
dibicarakan, dan menurut medium pembicaran-pembicaraaan. Sebagai sebuah langue, bahasa mempunyai sistem dan subsistem yang
dipahami sama oleh penutur bahasa itu.[2]
Variasi atau keragaman bahasa
disebabkan karena banyaknya bahasa yang digunakan oleh masyarakat untuk berinteraksi
antar sesama masyarakat. Setiap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat sangat
berpengaruh dalam perkembangan keragaman bahasa.
Bahasa akan semakin beragam dan
bertambah jika bahasa tersebut digunakan oleh suatu kelompok masyarakat yang
banyak. Seperti, bahasa Inggris yang merupakan bahasa Internasional yang
digunakan oleh seluruh masyarakat di dunia, begitu juga bahasa Indonesia yang
digunakan oleh seluruh orang Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
Mc David membagi bahasa
berdasarkan dimensi regional, dimensi sosial, dan dimensi temporal. Sedangkan Hartman
dan Stork membedakan variasi berdasarkan kriteria, yaitu:
a.
Latar belakang geografi
dan sosial penutur
b.
Medium yang
digunakan
c.
Pokok
pembicaraan.[3]
B.
Variasi dari Segi Penutur
Variasi dari segi penutur yang
pertama yaitu Idiolek. Idiolek adalah variasi bahasa yang dilihat dari
perseorangan atau bersifat perseorangan, maksudnya yaitu bahwa setiap orang
atau individu pasti mempunyai variasi bahasa yang berbeda-beda antara satu
orang dengan orang lain. Variasi bahasa ini berkenaan dengan warna suara, gaya
bahasa, susunan kalimat dan sebagainya. Variasi yang dianggap paling dominan
yaitu warna suara. Jika kita mempunyai teman-teman yang akrab, dengan
mendengarkan suaranya saja pastinya kita akan mengetahui siapa pemilik suara
tersebut walaupun kita tidak melihatnya secara langsung. Begitu juga orang
kembar, walaupun secara fisik mereka hampir sama bahkan ada juga yang sulit
untuk dibedakan, tapi pada hakikatnya mereka mempunyai warna suara yang
berbeda-beda.
Variasi dari segi penutur yang
kedua adalah dialek. Dialek adalah variasi bahasa dari sekelompok penutur yang
jumlahnya relatif, yang berada pada suatu tempat atau wilayah tertentu. Dialek
ini juga bisa disebut dengan dialek areal atau dialeg regional, karena dialek
ini berdasarkan oleh wilayah atau tempat tinggal penutur. Dialek antar satu
daerah dengan daerah lain sangatlah berbeda, karena setiap daerah atau wilayah
pasti mempunyai ciri-ciri yang menandakan wilayah tersebut. Misalnya, bahasa
Jawa orang Surabya dengan bahasa Jawa orang Pekalongan sangat berbeda, setiap
daerah tersebut pasti mempunyai ciri masing-masing walaupun hakikatnya bahasa
yang mereka gunakan sama-sama bahasa Jawa.
Variasi dari segi penutur yang
ketiga adalah kronolek atau dialek temporal. Kronolek adalah variasi bahasa
yang digunakan oleh kelompok sosial pada masa tertentu. Misalnya, bahasa
Indonesia pada masa tahun tiga puluhan sangatlah berbeda dengan bahasa
indonesia yang digunakan pada masa kini. Perbedaan itu dapat dilihat dari segi
lafal, ejaan, morfologi maupun sintaksis.
Variasi dari segi penutur yang
keempat adalah sosiolek atau dialek sosial. Sosiolek adalah variasi bahasa yang
berkenaan dengan status, golongan, dan kelas sosial para penuturnya. Misalnya dari usia, ada variasi bahasa yang digunakan anak-anak,
remaja, dan orangtua, atau dari pekerjaan, ada variasi bahasa buruh, pedagang,
dan pejabat.[4]
Perbedaan
variasi ini berkenaan dengan perbedaan dalam bidang morfologi, sintaksis, dan
kosakata. Misalnya, kita bisa melihat adanya variasi bahasa dari penutur yang
berpendidikan tinggi dan penutur yang berpendidikan rendah atau menengah.
Perbedaan itu biyasa dapat kita lihat dalam bidang kosakata, pelafalan,
morfologi dan sintaksis yang digunakan. Variasi bahasa juga dapat dipengaruhi
dari lingkungan bekerja atau pekerjaan seorang penutur, misalnya seorang
pedagang kaki lima dengan para guru atau mubaligh, pastinya bahasa yang mereka
gunakan berbeda dari segi kosakata yang digunakan.
Sehubungan
dengan variasi bahasa berkenaan dengan tingkat, golongan, status, dan kelas
sosial penuturnya, biasanya dikemukakan orang variasi bahasa yang disebut
akrolek, basilek, vulgar, slang, jargon, kolokial, argot dan ken. Ada juga yang
menambah dengan yang disebut bahasa prokem.[5]
a)
Akrolek
Akrolek adalah variasi sosial yang
dianggap paling tinggi daripada variasi sosial yang lain. Seperti, bahasa jawa
yang digunakan oleh para bangsawan di kraton Jogja.
b)
Basilek
Basilek adalah variasi sosial yang
dianggap rendah dan kurang bergengsi. Seperti, bahasa Jawa krama ndesa.
c)
Vulgar
Vulgar adalah variasi sosial yang
ciri-ciri pemakainya dituturkan oleh orang-orang yang kurang terpelajar dan
tidak berpendidikan. Seperti bahasa Eropa yang digunakan oleh orang-orang pada
zaman Romawi sampai zaman pertengahan
d)
Slang
Slang adalah variasi sosial yang
bersifat khusus atau rahasia yang biasanya digunakan oleh orang-orang tertentu
dalam suatu kelompok dan tidak boleh diketahui oleh orang selain kelompok
tersebut. Kosakata yang digunakan dalam kelompok ini biasanya berubah-ubah. Bahasa
slang ini menimbulkan kesan bahwa bahasa ini biasanya digunakan oleh para
kelompok penjahat atau pencoleng, walaupun sebenarkan kesan tersebut tidak
benar.
e)
Jargon
Jargon adalah variasi sosial yang
digunakan secara terbatas oleh kelompok-kelompok sosial tertentu. Bahasa yang
digunakan oleh kelompok ini tidak dapat difahami oleh kelompok-kelompok yang
lain, akan tetapi bahasa ini tidak bersifat rahasia. Seperti ungkapan-ungkapan
yang digunakan oleh para tukang bangunan dan tukang batu, dalam ungkapan mereka
terdapat kata disipat, diekspose dan lain-lain.
f)
Kolokial
Kolokial berasal dari kata colloquium
yang berarti percakapan, jadi kolokial adalah variasi sosial yang digunakan dalam ucapan sehari-hari atau disebut dengan
bahasa percakapan, bukan bahasa tulisan. Ungkapan-ungkapan dalam bahasa
Indonesia seperti, dok (dokter), prof (profesor), dan lain-lain.
g)
Argot
Argot adalah variasi sosial yang
digunakan secara terbatas pada profesi-profesi tertentu dan bersifat rahasia.
Ungkapan-ungkapan yang digunakan dalam dunia kejahatan, seperti “kacamata” yang
berarti “polisi”, “barang” yang berarti mangsa.
h)
Ken
Ken berasal dari kata cant. Ken
adalah variasi sosial tertentu yang bernada memelas dan penuh dengan
kepura-puraan. Variasi ini biasanya digunakan oleh pengemis, yang terdapat
dalam ungkapan “the cant of beggar” yang berarti bahasa pengemis.
C. Variasi dari Segi Pemakaian
Variasi dari segi pemakaiannya atau fungsinya disebut fungsiolek.
Variasi ini digunakan berdasarkan penggunaan, keformalan dan sarana pengguna.
Variasi ini digunakan menurut bidang dan keperluan yang dibutuhkan. Ciri dari
variasi ini dapat dilihat dari kosakata yang digunakan penutur, pastinya
kosakata tersebut berbeda dengan kosakata yang digunakan dalam bidang lain.
Seperti bidang jurnalistik dan militer. Bahasa yang digunakan pada bidang
jurnalistik mempunyai ciri tertentu, yaitu basa yang digunakan bersifat
sederhana, komunikatif dan ringkas. Berbeda dengan bahasa militer yang dikenal
dengan ciri bahasanya yang bersifat ringkas dan tegas.
Variasi bahasa berdasarkan fungsi disebut register. Register
biasanya dikaitkan dengan masalah dialek. Dialek berkenaan dengan siapa yang
menggunakan bahasa itu, di mana, kapan, dan untuk kegiatan apa.
D. Variasi dari Segi Keformalan
Martin Joss membagi variasi bahasa dari segi keformalan menjadi
lima macam, yaitu:
a.
Ragam
Baku
Ragam baku adalah variasi bahasa yang sangat formal. Bahasa ini
biasanya digunakan dalam situasi resmi, seperti khotbah, upacara kenegaraan,
buku undang-undang dan lain-lain. Ciri dari ragam beku adalah kalimat yang
digunakan biasanya berawalan dengan kata bahwa, maka, hatta dan sesungguhnya.
b.
Ragam
Resmi atau Formal
Ragam resmi adalah variasi bahasa yang digunakan dalam pidato
kenegaraan, rapat dinas, buku-buku pelajaran dan lain-lain. Hakikatnya ragam
resmi ini sama melakukan diskusi didalam kelas atau dikantor, bahasa yang kita
gunakan juga bahasa resmi.
c.
Ragam
Usaha atau Konsultatif
Ragam usaha adalah variasi bahasa yang digunakan dalam pembicaraan
di sekolah, baik dalam rapat atau pembicaraan yang berhubungan dengan hasil
atau produksi.
d.
Ragam
Santai atau Kasual
Ragam santai adalah variasi bahasa tidak resmi yang digunakan untuk
perbincangan sehari-hari dengan keluarga, teman dalam situasi yang tidak resmi
pula atau dalam situasi santai. Seperti digunakan ketika beristirahat atau
rekreasi.
e.
Ragam
Akrab atau Intim
Ragam akrab adalah variasi bahasa yang digunakan oleh penutur
dengan orang-orang yang mempunyai hubungan erat atau sudah akrab. Tanda pada
ragam akrab ini adalah biasanya bahasa yang digunakan tidak lengkap,
pendek-pendek dan dengan artikulasi yang tidak jelas. Biasanya kita gunakan
ragam ini dengan teman akrab dan anggota keluarga.
E. Variasi dari Segi Sarana
Variasi bahasa dapat pula dilihat dari
segi sarana atau jalur yang digunakan. Hal
ini dapat disebut adanya ragam lisan dan ragam tulis, atau juga ragam dalam
berbahasa dengan menggunakan sarana atau alat tertentu, yakni, misalnya, dalam
bertelepon dan bertelegraf.[6]
Berdasarkan
kenyataan yang ada bahwa ragam lisan dan ragam tulisan itu tidak sama, karena
dalam penyampaian bahasa lisan kita dibantu dengan benda-benda dan unsur
nonlinguistik yang lainnya, seperti suara, gerak tangan, kepala dan lain-lain. Sedangkan dalam bahasa tulisan kita tidak
mendapati unsur-unsur tersebut. Contoh: ketika kita meminta bantuan kepada
orang lain untuk mengambilkan buku yang berada di seberang kita maka kita akan
menggunakan bahasa lisan dengan mengatakan “Tolong ambilkan itu !” dengan
telunjuk kita mengarah kepada buku tersebut. Tetapi ketika kita menggunakan
bahasa tulisan kita tidak bisa mengatakan hal tersebut, karena dalam bahasa
tulisan tidak ada unsur penunjuk atau pengarah, jadi dalam bahasa tulisan kita
harus mengatakan “ Tolong ambilkan buku itu !”.
Ragam bahasa
telefon termasuk dalam bahasa lisan, dan telegraf termasuk dalam bahasa
tulisan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaiannya yang berbeda-beda
menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara dan
orang yang dibicarakan, dan menurut medium pembicaran-pembicaraaan. Sebagai
sebuah langue, bahasa mempunyai sistem dan subsistem yang dipahami sama oleh
penutur bahasa itu.
Variasi bahasa dari segi penutur yaitu :
1.
Idiolek
2.
Dialek
3.
Kronolek
4.
Sosiolek
Sehubungan dengan variasi bahasa berkenaan dengan tingkat,
golongan, status, dan kelas sosial penuturnya, biasanya dikemukakan orang
variasi bahasa yang disebut akrolek, basilek, vulgar, slang, jargon, kolokial,
argot dan ken.
Variasi dari segi pemakaiannya atau fungsinya disebut fungsiolek.
Variasi ini digunakan berdasarkan penggunaan, keformalan dan sarana pengguna.
Martin Joss membagi variasi bahasa dari segi keformalannya menjadi
lima, yaitu:
1)
Ragam
Beku
2)
Ragam
Resmi
3)
Ragam
Usaha
4)
Ragam
santai
5)
Ragam
akrab
Variasi
bahasa dapat pula dilihat dari segi sarana atau jalur yang digunakan. Hal ini
dapat disebut adanya ragam lisan dan ragam tulis, atau juga ragam dalam
berbahasa dengan menggunakan sarana atau alat tertentu, yakni, misalnya, dalam
bertelepon dan bertelegraf.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka
Chaer, Abdul, dkk. 2010. Sosiolinguistik Pengantar
Awal. Jakarta: PT Rineka Cipta
Efendi. 1995. Panduan Berbahasa Indonesia dengan Baik
dan Benar. Jakarta: Pustaka Jaya
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 199
[2]Kamus Besar Bahasa Indonesia, 199, h. 809
[4] Artikel diakses pada
05 April 2013 dari http://fkippbsi.blogspot.com/2012/12/sosiolinguistik.html
0 Response to "Variasi Bahasa"
Posting Komentar